Aku cemburu pada
mereka yang kerap kali bicara mengenai kasih sayang ayah ibu.
Ada jerit
tertahan saat kudengar cerita mereka tentang sup jagung buatan bunda kala
mendung.
Atau cerita
tentang lelucon jayus yang dilontarkan ayah saat makan malam.
Mereka tertawa,
berceloteh tentang keluarga masing-masing sembari bergurau ke sana kemari.
Sementara di sini, ada air yang siap mengucur dari kelopak mata, membasahi pipi
dan berteriak; aku sesak!
Aku punya ayah
juga punya ibu. Tapi tidak pernah mengerti arti hangat dari sebuah keluarga
yang mereka sebut.
Ada sesak-sesak
yang hinggap tiap kali bicara soal bahagia. Sebab mereka memilih jalan bahagia
dengan perpisahan.
Memangnya, apa
yang bahagia dalam sebuah peristiwa perpisahan?
Bohong jika ibu
bilang ia bahagia. Aku tahu ia sering menangis tepat pukul tiga dini hari
dengan bingkai foto di tangan kiri.
Ternyata, patah
yang nyata adalah saat tempat yang kau sebut rumah telah pecah tanpa bisa kau
cegah.
write: Rahma Atiya