Nenek Barensyah sedang berjualan di Ramadan fair
Keringat yang terbit,
tak menghalangi ukiran senyum tulus di wajah Barensyah. Seorang lansia berumur
tujuh puluh tahun. Usia yang sudah ranum tak menyurutkan semangatnya mengais rezeki
di bulan penuh berkah. Setiap jam tiga sore wanita yang kerap disapa Nek Baren
ini berangkat untuk menjual takjil, olahan makanan khas Aceh yang dibuatnya
sendiri. Asam u dan sambai oen peugaga. Tak hanya itu, nek
Baren juga menjual roti dan cincau yang dibelinya dari agen dengan hanya
mengambil keuntungan seribu rupiah.
Sambai Oen Peugaga, makanan khas Aceh
Sambai oen peugaga,
yang berarti sambal daun pegagan dibuat dari 44 jenis dedaunan, yang didominasi
dengan daun pegagan. Meski dinamakan ‘sambal’ jenis makanan ini lebih mirip
dengan penganan urap.
Langkah awal yang
dilakukan nek Baren, untuk mengolah sambai oen peugaga ini adalah mengiris semua
daun peugangan tipis kemudian menguapkannya selama lima menit. Setelah
diuapkan, daun pegagan itu diremas hingga keluar cairan lalu ditiriskan dan
dicampur dengan oseng kelapa parut serta bumbu-bumbu lain untuk menambah cita
rasanya. Nek Baren juga menambah irisan daun jeruk perut dan potongan cabai
merah untuk mempercantik hidangan. Wanita renta itu begitu
telaten mengolah berbagai makanan tradisonal Aceh.
Beliau berangkat dari
rumahnya di desa Calok Geulima, kecamatan Idi Rayeuk, kabupaten Aceh Timur ke
lokasi ramadan fair di alun-alun kota Idi Rayeuk dengan berjalan kaki. Meskipun
sedang menahan lapar dan dahaga, Nek baren mengaku tidak pernah kelelahan.
“Saya tidak lelah,
ketimbang duduk manis di rumah lebih baik berjualan,” ujar nek Baren dalam
bahasa daerah Aceh.
Nek Baren sudah
melakoni pekerjaan ini sejak lima tahun yang lalu, selama bulan Ramadan tiba
beliau akan berjualan takjil sebulan penuh. Datang jam tiga sore dan pulang setelah maghrib, Selama berjualan, beliau harus berbuka puasa di pasar. Jika dagangannya habis terjual, dalam sehari jumlah penghasilan nek Baren berkisar antara 150-200 ribu rupiah.
Nek Baren tinggal
bersama cucunya Ramadhani yang sudah berusia tujuh belas tahun, kedua orang tua
Ramadhani sudah meninggal dunia sejak dua tahun yang lalu. Kondisi ekonomi,
memaksa gadis itu berhenti sekolah sejak kelas dua SMA. Nek Baren adalah sosok
yang kuat dan tangguh, meski menderita penyakit asam urat dan rematik beliau
tidak pernah mengeluh dan menjadikannya alasan untuk bermalas-malasan.
Nek barensyah adalah
satu dari sekian sosok tangguh yang berjuang mengais asa dari berkah bulan
puasa.
Saleum Meusyuhu Keu Rakan Dumna
Team Religi
Penanggung Jawab : Vera Adila
Penulis : Vera Adila
Editor : Rauzatul Rizki
Image : Ramiah Ramin, Ulva Jazila
#Teamreligi
#Ramadan2019
#Yukhijrah
#Feature
Maaf ya cuman mau berpartisipasi comment..tampilan nya di edit lagi boleh..tampilan blog nya
Terima kasih atas sarannya.
Segera diusahakan.