We Study Hard But We Know Nothing
“Mau kemana setelah wisuda. Men?”
“Hah?Duh,gue nggak mikir sejauh itu, Kak.”
“Mau kemana setelah wisuda. Bro?” “Hmmm.Ng..ngak
tau, Bang”
“Mau kemana setelah wisuda. Sob?”
“Mau dilamar
pengusaha kaya aja, Kak.”
“Mau kemana setelah wisuda wisuda bos?” "Mau ke akherat"
Begitulah kira-kira jawaban adek-adek kelas ketika gue
tanya ke mereka setelah wisuda mau gimana. Nggak usah protes. emang patut disadari dan diterima. keadaan kita saat
kuliah itu kira-kira seperti ini: We study, we pass exams, we graduate, and we
know nothing.
Nggak lumrah ya, Bagi sebagian besar mahasiswa dan
lulusannya, kuliah itu cuma jadi sarana buat gengsi-gengsian, alias cuma
berpikir sebatas “aman nyari kerja dengan ijazah kuliah”. beberapa yang lain
memilih kuliah lagi (S2) sebagai pelarian karena “takut” kerja. beberapa ada
yang beranggapan bahwa dengan kuliah lagi akan lebih mudah mencari kerja.
Sayang banget, iya sayang banget sama mantan. We know, degree only enters you
at interview section.
Ketika kita pertama kali masuk kuliah, ekspektasi kita
akan sangat tinggi bahwa kehidupan setelah lulus akan berjalan mulus. “Gue kan
sarjana, pasti gampang dapat kerja.” Padahal faktanya, kita bisa liat sendiri
di event-event job fair, udah kayak padang mahsyar.
Kuliah itu memang banyak mengajarkan tentang kemandirian,
apa-apa sendiri: Masuk kuliah sendiri, bayar UKT sendiri, bikin skripsi
sendiri, lulus ngurus sendiri, nyari kerja sendiri. Jangan berharap banyak sama
kampus atau predikat kamu. Setelah lulus, kita nggak akan lagi dihiraukan sama
kampus, trust me. Dosen, orang-orang dekanat atau rektorat, akan kembali
mengurusi orang-orang baru yang datang. Mereka hanya akan peduli jika kamu
punya posisi bagus di perusahaan atau punya dana untuk didonasikan. Urusan kamu
udah kerja apa belum, it’s your matter!
Makanya, ini saran yang klise, bagi kamu yang hanya
mengandalkan ijazah saja, mungkin kamu bisa dapet pekerjaan dengan mudah, tapi
banyak temen gue diluar sana yang akhirnya nggak bahagia saat kerja, karena
rendahnya motivasi diri: Kerja beberapa bulan, minta resign. So, make a
preparation.
Yes, pengetahuan akademik itu nggak cukup, harus punya
skill dan soft skill pembeda dengan lulusan yang lain, misalnya jago marketing,
jago bahasa inggris, jago mencukur kumis, jago mencukur bulu kaki, dan skill
lainnya.
“Yang lebih penting dari skill dan yang akan membuat
kamu survive, adalah karakter kamu”, kata dosen gue
-
“Gak papa salah jurusan, asal jangan salah pekerjaan.”
Sumpah, jangan mengulangi kesalahan yang sama, bagi
kamu yang kuliah salah jurusan, pasti ngerasain gimana nggak enaknya menjalani
sesuatu yang tidak disukai. Ketika nanti kerja, jangan lagi bekerja cuma karena
tawaran posisi atau gaji yang menggiurkan, kita bekerja kan nggak selamanya
untuk uang.
Sebisa mungkin, kita bisa kaya dan bahagia dari
pekerjaan yang kita suka. Yah, semua orang pengennya begitu. Cuma bagaimana
cara mengawalinya? Kadang kita harus menerjang badai untuk melihat pelangi.
Jalani aja sesuatu yang disukai, fokus, hadapi struggle-nya, yakin usaha sampai.
Gue melihat sendiri, temen-temen gue, yang dulunya
aktifis, agamis, idealis, berkudis, bagi yang nggak kuat, ujung-ujungnya mereka
akan terperangkap dengan desakan kebutuhan, “Kerja di mana dan apa saja, yang
penting bisa makan.” , tapi setelah beberapa bulan bekerja, minta resign lagi.
Seandainya dia nggak mudah berpindah pekerjaan, mungkin dia sudah punya jabatan
tertentu.
Sumpah! Kebanyakan mahasiswa itu idealis abis, tapi
setelah lulus, kebanyakan mereka bingung sendiri,”Oh why? Mungkin ini karma
dulu gue sering menuntut pemerintah, sekarang gantian gue dituntut sama hidup.”
It’s related, mungkin koruptor saat ini, dulunya juga
mahasiswa idealis yang kemudian setelah lulus terdesak sama kebutuhan, karena
desakan kebutuhan, segala cara dia halalkan. Don’t be like them.
Hidup ini memang enggak mudah, banyak di antara kita
memilih menyerah, padahal bisa jadi esok hari jadi cerah. Kalo kita masih galau
dengan urusan rejeki, artinya kita kurang yakin ada Tuhan Yang Maha Memberi.
Created By : Algore Fernanda
Sumber : Group LINE international forum