Minggu, 02 Juni 2019
Categories :
[Bungkam, 01]
Begini, jujurku ada dalam gelap. Di bawah binar candra ku tumpahkan segala sesak dalam dada. Lalu teriakku dalam bungkam. Dan entah mengapa, masih datang khayalku mengenai apa-apa yang sudah hilang harapan. Inginku minggat.
Tapi, apa boleh buat? sanggupku hanya menerima apa yang membuat koyak. Itu saja.
Lalu diamku kala fajar tiba. Tanda bahwa sandiwara, harus dimulai lagi.
Senyumku tercipta lalu bersemayam di pikiran mereka.
Canda juga tawaku menggelegar.
Lalu datang mereka yang mengaku bahwa mereka sudah kenal betul seperti apa diriku ini.
Aku pelipur lara, kata mereka.
Pelipur lara, yang bagaimana? tanyaku.
Jika aku berdiri di dekat yang benderang,
lalu memecah bungkamku yang telah lama tertanam pada jemala–sampai muak aku dibuatnya
maka, terkejut kau, bodoh.
Di dua ribu bungkam dan jujur bercampur persekian persen dustaku, dan kau–hanya mengetahui antara satu sampai dua belas, lalu kau kira kau sudah patut, 'tuk mengenal, atau bahkan, menguasai diriku?
Writed: Rahma Atiya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)